Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) sebagai regulasi baru yang memecah persoalan kerusakan kawasan hutan, seyogyanya diterapkan untuk Kepentingan Pemulihan Kawasan dan Kesejahteraan Masyarakat.
Langkah berani diambil KLHK dengan dikeluarkannya KepMen LHK soal KHDPK. Menteri LHK menerbitkan Keputusan Menteri Nomor SK 287 Tahun 2022 tentang penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus KHDPK pada sebagian “Hutan Negara* yang berada dalam kawasan hutan produksi dan hutan lindung di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten yang dititipkan Negara kepada Perhutani.
Dikutip dari rilis AP2SI Pusat yang diterima Tim Redaksi pada 15 Mei 2022, menyebutkan Kepmen LHK merupakan kebijakan strategis untuk menjawab krisis ekologi/pemulihan Kawasan. Penyelesaian konflik dan ketimpangan Kesejahteraan masyarakat sekitar Hutan dari sisi ekonomi dalam pengelolaan hutan di Jawa yang tidak dapat diselesaikan oleh Perhutani sebagai *BUMN yang dititipkan Lahan Hutan oleh negara*.
Masyarakat Sekitar Hutan selama ini menanti ketegasan negara untuk melakukan perbaikan hutan Jawa serta memberi kedaulatan terhadap akses kelola kawasan sesuai regulasi. Yang menjadi dasar dari diterbitkannya Kepmen LHK ini adalah Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Pasal 112 (ayat 4) penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus ditetapkan oleh menteri.
Pada poin menimbang disebutkan, berdasarkan Pasal 125 (ayat 7) dari PP No. 23/2021, kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang tidak dilimpahkan penyelenggaraan pengelolaannya kepada BUMN bidang kehutanan ditetapkan sebagai KHDPK untuk kepentingan Perhutanan sosial, Penataan Kawasan hutan dalam rangka Pengukuhan Kawasan Hutan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan masyarakat, melakukan rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, pemulihan kawasan, pemanfaatan jasa dan peningkatan Status Kawasan yang masih baik.
*Jadi tidak ada kawasan hutan yang akan di jadikan APL atau kawasan hutan yang akan dijadikan kebun, seperti yang selalu di kampanyekan pihak yang tidak setuju dengan regulasi tersebut. Dan itu bisa dibuktikan dengan terikatnya kawasan milik negara yang akan diambil kembali tersebut kepada seluruh Dirjen Di lingkup KLHK,” dalam rilis yang disampaikan oleh Juru Bicara AP2SI Pusat, Dedi Kurniawan.
Disebutkan, tidak ada Dirjen Perkebunan itu ada di Kementerian lain, dan tidak ada BPN berarti tidak ada kawasan yang akan beralih fungsi dan berubah Status menjadi Kawasan Non Hutan. Semua tetap menjadi Kawasan Hutan namun diambil kembali oleh Negara untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan Rakyat dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dengan berpadu pada Regulasi Kehutanan.
Hutan di Jawa Seluas 13, 2 juta hektar yang dikelola Perhutani selama puluhan tahun secara faktual kondisinya semakin buruk dan masyarakat di sekitar kawasannya tetap tidak sejahtera, terlebih selain Itu BUMN tersebut selalu merugi.
Melalui Kepmen LHK No. SK 287 Tahun 2022 ini, Menteri LHK menetapkan KHDPK di Jawa seluas kurang lebih 1.103.941 hektar (diambil alih oleh Negara). Dengan penetapan luas KHDPK ini bukan tanpa konsekuensi, tentu ada konsekuensi logis dimana berkurangnya kawasannya, berkurangnya karyawan Perhutani, dan itu harus jadi pemikiran Kementerian BUMN dan Ketenagakerjaan.
“Jika Hutan tetap dikelola Perhutani dan terus rusak dan rugi tanpa mensejahterakan rakyat, yang rugi bukan hanya karyawan yang terancam PHK tapi seluruh rakyat Indonesia. Istilah terancam PHK tersebut masih bisa dibicarakan dengan Negara melalui lintas Kementerian,” tulisnya dalam rilis.
Isu Hutan akan jadi kebun, akan dijadikan Objek untuk bisa dikuasai dan dimiliki individu itu adalah kesalahan Kawasan KHDPK tetap Kawasan Hutan yang pengelolaannya diambil alih langsung Negara dan Negara Dapat langsung bermitra dengan Pemerintah daerah dan Masyarakatnya. Dan disinilah tantangannya dimana masyarakat perlu diperkuat dan didampingi pembangunan sehingga harapan Negara dengan KHDPK, slogannya *Rakyat Ngejo dan Kawasan Hedjo” dapat terwujud.
Sejumlah harapan baru mengiringi terbitnya Kepmen LHK No. SK 287 Tahun 2022 jika terimplementasi dengan baik harapan akan terjadinya koreksi mendasar atas pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan produksi di kawasan Hutan Produksi, Di Hutan Lindung yang rusak dinilai penting untuk dilakukan pemulihan dan pemanfaatan terbatas secara lestari.
“Tentunya perlu dilaksanakan penguatan kelembagaan bagi masyarakat sehingga timbul kesejahteraan masyarakat per kapita. Harapan adanya ReDistribusi akses penguasaan kawasan hutan yang dulu dimiliki perorangan dengan luasan besar dapat diberikan kepada pihak yang juga membutuhkan akses kelola. Dalam hal ini, skema perhutanan sosial dan penataan kawasan hutan.yang perlu dipastikan adalah masyarakat yang betul betul bergantung hidup terhadap kawasan Hutan,” sambungnya.
Terbukanya peluang baru bagi penyelesaian konflik antara warga yang hidup di dalam atau di sekitar kawasan hutan di Jawa. Mengingat karakter konflik di kawasan hutan yang dikelola Perhutani selama ini mengalami jalan buntu, sekarang ini ruang bagi penyelesaian utuh menjadi terbuka melalui berbagai skema yang diatur Kepmen ini melalui beberapa pendekatan
Peluang berkembanganya pusat-pusat produktivitas ekonomi baru di areal kawasan hutan yang selama ini tersandera karena penguasan kawasan hutan yang monopolistik di Jawa oleh Perhutani.
Pemilihan kerusakan ekologi di kawasan hutan Jawa bisa dilakukan secara lebih terencana dan terintegrasi. Kerusakan hutan yang menyebabkan banjir dan longsor dapat dicegah dengan pelibatan sebanyak mungkin pihak untuk mengusahakan tanah dan kawasan hutan melalui KHDPK yang terintergasi dengan fungsi pelestarian lingkungan. Mewujudkan keadilan penyelesaian konflik di pedesaan Jawa setelah puluhan tahun mengalami ketidakadilan kronis dalam akses terhadap kawasan hutan.
Kepmen ini, memungkinkan penataan kawasan hutan dengan menimbang kebutuhan eksisting di lapangan sehingga pengakuan atas desa-desa, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan pemukiman warga yang sudah terlanjur tanpa harus merubah fungsi dan status kawasan tetap berstatus kawasan hutan 2022 ini lahir bukan tanpa kritik. Dan sangat Penting Kritik yang membangun ke arah yang lebih baik dan akomodatif.
AP2SI Pusat juga merilis kalangan DPR RI dan sebagian pekerja Perhutani juga mengkitik Kepmen LHK ini, bahkan ada yang tegas menolaknya. Tentu saja kepentingan politik dari kekuatan-kekuatan di parlemen penting untuk menjadi catatan pemerintah dalam mendorong transformasi *Hak Kelola Rakyat* dan pengelolaan hutan di Jawa ini.
Semua kritik penting didengarkan Negara agar agenda penataan kawasan hutan untuk keadilan dan kemakmuran rakyat dan Keadilan Ekologi tak tergoyahkan. Kepmen ini tidak lantas diterima baik dalam pandangan politik.tapi tentunya bukan politik kekuasaan.Akan Tetapi politik utama dalam penataan kawasan hutan ini adalah kepentingan politik kenegaraan yang menjadi tugas Negara.
Pemerintah bukan mengurangi kekuasaan Perhutani, karena pemerintah tidak pernah menyerahkan luas tertentu dari kawasan hutan di Jawa. Pemerintah pusat lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten (khusus di Jawa) harus kompak dalam menggeser skema pengelolaan hutan sebagai agenda besar yang dilakukan bersama-sama dengan rakyat di desa-desa di sekitar hutan di sepanjang Pulau Jawa.
Setelah AP2SI Pusat mencermati harapan dan tantangan tersebut, lebih jauh kini tengah diperlukan perencanaan alokasi pengelolaan dan penggunaan KHDPK secara komprehensif, sistematis dan berkeadilan. Menteri LHK bersama para Direktur Jenderal di KLHK dan jajaran penting untuk segera membangun komunikasi dan bekerja kolaboratif dalam menyusun perencanaan KHDPK dengan pemerintah daerah, akademisi dan pegiat transformasi kehutanan dan reforma agraria.
Proses perencanaan dan pelaksanaan dari penetapan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus perlu disusun separtisipatif dan sedemokratis mungkin agar lebih berkualitas, kredibel dan visible dalam prakteknya. Semua ini penting untuk dilakukan agar hutan dan tanah membawa berkah dan kebahagiaan bagi segenap anak bangsa. (*) Gambar Ilustrasi