BERITA BOGOR – Banjir adalah isu kebencanaan yang kerap melanda wilayah Jawa Barat (Jabar) bagian tengah ke utara dengan kondisi permukaan tanah yang lurus, sementara longsor kerap terjadi di wilayah tengah ke selatan dengan kondisi tanah yang curam.
Pemerintah Provinsi Jabar menekankan perlunya menyusun cetak biru provinsi tangguh bencana alias Jabar Resilience Culture Province (JRCP).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat merilis sebanyak 20 dari 27 kabupaten/kota di Jabar pun tergolong dalam kelas risiko bencana tinggi, empat di antaranya yakni Cianjur, Garut, Sukabumi, dan Tasikmalaya bahkan masuk dalam lima besar risiko bencana tertinggi nasional.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, JRCP akan menjadi sebuah visi sekaligus budaya yang melekat dalam setiap instrumen di provinsi dengan jumlah penduduk terbesar se-Indonesia ini. Diharapkan Jabar menjadi provinsi yang tangguh melalui multidimensi, maka disebutnya culture bukan program atau proyek.
JRCP akan dirilis pada Tahun 2020 dalam bentuk rilis cetak biru dari JRCP. Jabar mewakili Indonesia dalam Ring of Fire negara dengan gunung berapi paling banyak di dunia dan tempat berkumpulnya lempeng-lempeng dunia. Sehingga ,gempa bumi sering terjadi. Rata-rata per tahun laporan kebencanaan di Jabar mencapai 1.200, atau rata-rata dalam 365 hari dalam setahun terjadi 3 kali bencana alam per hari.
Fokus pada cetak biru JRCP meliputi:
(1) Resilience Citizens, yaitu: menciptakan masyarakat yang sadar resiko bencana, memiliki kesiapsiagaan, tangguh dan mampu pulih segera bila terkena bencana;
(2) Resilience Knowledge, yaitu Iptek kebencanaan yang andal sekaligus memadukan kearifan lokal dan nilai sosial yang ada di Jabar;
(3) Resilience Infrastructure, yakni menciptakan infrastruktur dan sarana pembangunan yang tangguh dan sebagai alat mitigasi;
(4) Resilience Institution and Policy, yaitu sebuah kerangka regulasi dan kelembagaan yang mumpuni dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
(5) Resilience Ecology, yaitu membentuk daya dukung lingkungan yang baik, mampu mengurangi risiko bencana dan menjaga keberlanjutan pembangunan; dan
(6) Resilience Financing berupa kemampuan pembiayaan yang tangguh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk menjaga risiko investasi pembangunan. (adv)