Penanggulangan krisis air khususnya di wilayah Bogor, sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, swasta dan masyarakat.
Tanggung jawab tersebut dapat dilakukan melalui upaya upaya secara sinerjis antar para pihak terkait, lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas disiplin ilmu.
Selain itu mencermati rumusan hasil diskusi panel “Strategi Menghadapi Krisis Air di Pulau Jawa yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Strategi Kehutanan, dimana pada tahun 2020 nanti Pulau Jawa akan mengalami Darurat krisis air.
Menyikapi hal itu, Sekeretaris Jendral LSM Green Community Bogor (GCB) Cepi Alhakim, SP. Selaku Ketua Panitia Focus Group Disccusion (FGD) Penyelamatan Sumber Daya Air, menyebutkan guna memantapkan koordinasi antara para pihak yang terkait dalam strategi menghadapi krisis air di Bogor.
Disarankan agar dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama Bupati dan Walikota Bogor tentang Rehabilitasi DAS Kritis untuk Konservasi Sumber Daya Lahan dan Air di wilayah Bogor dan kemudian hendaknya sungguh-sungguh dijadikan acuan para pihak terkait untuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam merehabilitasi dan meningkatkan daya dukung DAS kritis serta kelestarian sumber daya air.
Oleh sebab itu, kata Cepi, untuk mengkoordinasikan sinerjitas strategi menghadapi krisis air di wilayah Bogor, perlu adanya Forum Koordinasi Multi Pihak Penanggulangan Krisis Air atau apapun namanya, yang terdiri dari para pihak terkait di sini.
Pihaknya bekerja sama dengan para pihak mencoba menyelenggarakan FGD Penyelamatan Sumber Daya Air, pada 13 Oktober 2011 bertempat di Rumah Kreatif Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kab. Bogor.
Adapun materi dalam FGD Penyelematan Sumber Daya Air ini antara lain tentang “Kebijakan Nasional Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air ( disampaikan oleh Dewan Air Nasional), tentang Kebijakan dan Perda Penggunaan Sumber Daya Air (Pemkab Bogor),.
Kebijakan itu menyangkut Pola Penanggulangan Sumber Daya Air secara berkelanjutan dan berkeadilan (Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan IPB) dan tentang Kondisi Penggunaan Sumber Daya Air yang merugikan masyarakat (Tokoh masyarakat Bogor).
Diharapkan, dari hasil diskusi ini akan membuahkan gagasan positif sebuah strategi penanggulangan krisis air di Bogor dan selanjutnya menjadi sebuah rencana strategi kedua wilayah baik Kota maupun Kabupaten Bogor. Sehingga kedepan wilayah ini tidak lagi mengalami krisis air seperti sekarang ini.
“Oleh karena itu, kami telah mengundang seluruh instansi terkait di Kabupaten dan Kota Bogor temasuk Kapolres dan Komandan Kodim di dua wilayah ini,” kata Cepi Alhakim.
Menurut pemantauan para aktivis lingkungan dari IPB, Universitas Pakuan, Universitas Ibn Khaldun dan Universitas Juanda menyebutkan bahwa akibat kemarau panjang tahun ini, ada sejumlah Desa di 16 Kecamatan dari 40 Kecamatan di Kabupaten Bogor mengalami krisis air bersih.
Kebutuhan air bersih setiap hari warga semakin bertambah, menyusul sumur air yang ada di wilayah mereka mengalami kekeringan.
Selain itu, ratusan irigasi mengalami kekeringan dan mengancam pertanian dan peternakan di Wilayah Bogor. Debit air sungai Cisadane dan Ciliwung menyusut drastis, kendati beberapa hari belakangan Bogor diguyur hujan. Ribuan hektar tanaman padi dan palawija milik petani di wilayah Bogor terancam puso atau gagal panen.
Menurut penuturan para pemerhati pertanian dan kehutanan di Bogor, menyebutkan jika hal ini terus dibiarkan nantinya akan berdampak sangat serius selain bagi Bogor sendiri juga bagi Ibu Kota Jakarta. Selain itu juga akan mengancam gagalnya program revitalisasi pertanian yang dicanangkan Bupati Bogor Rachmat Yasin, beberapa tahun silam.
Memang puluhan tahun lalu, di Bogor air merupakan sumber daya alam yang murah. Mudah didapat bahkan dalam jumlah tidak terbatas. Kini situasinya sudah berubah. Setiap musim kemarau, warga Bogor mengeluh kesulitan mendapatkan air tanah sebab sumur kering.
Situasi itu nampaknya tidak mengguhan para penentu kebijakan di kedua wilayah ini dan terkesan dibiarkan terulang setiap tahun.
Bahkan beberapa tahun belakangan ini muncul kantong-kantong penjualan air curah yang dilakukan warga masyarakat di wilayah Bogor memanfaatkan sumur dengan kedalam tertentu serta sumber – sumber air di kawasan lereng gunung salak.
Sedikitnya 6 juta liter air setiap hari diangkut menggunakan ratusan mobil tangki ke Jakarta. Selain itu sekitar 700 perusahaan mengeksploitasi air tanah secara berlebihan, karena sulit dikontrol. Boleh jadi Bogor setiap tahun mengalami krisis air. (chris)