BERITA BOGOR – Keingin-tahuan masyarakat cukup tinggi terhadap keberadaan peninggalan prasejarah. Kendati demikian, setitik kesan sebagian masyarakat yang berkunjung ke lokasi – lokasi situs adalah kebenaran riwayat maupun informasi literatur dan pengelolaan obyek situs dan ticketing.
Untuk menyuguhkan informasi literatur tentang situs megalitikum, termasuk punden berundak, sari literatur yang ditemukan sebagian besar di internet, kawasan Situs Cibalay ini termasuk situs megalitikum, atau batu besar. Kata megalitikum sendiri berasal dari “mega” besar dan “lithos”artinya batu (Soejono 1993;205).
Riwayat Penemuan Arca
Situs ini pertama kali ditemukan tahun 1960-an oleh Ursin, ialah kakek dari Deni seorang pegawai negeri sipil pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dikisahkan, saat itu Pak Ursin sedang menanam padi kering, lantas ia menemukan 3 batu menhir berdiri berdekatan yang sepintas seperti membentuk bunga.
Tiga batu menhir yang belakangan disebut Arca Domas ini melambangkan Gunung Salak. Dilansir Kompasiana (08/02/2017), Deni mengisahkan tentang adanya situs buatan manusia masa kini serta prasasti bertuliskan sansekerta. Keduanya adalah produk manusia modern era tahun 2000-an yang dibuat dengan alasan untuk entah apa.
Dalam membuktikan literatur yang sesungguhnya, diperlukan publikasi ilmiah serta liputan media mendalam dengan bahasa popular berdasarkan fakta diharapkan dapat membantu mengurangi, bahkan mematahkan informasi-informasi yang tidak berdasarkan penelitian ilmiah.
Ulasan Singkat Arkeolog
Dalam kutipan buku Prof.Robertvon Heine Geldern, ilmuwan dari Institut Ethnologi Austria, membuat beberapa pembagian gaya megalitik di dunia pada tahun 1937. Peninjauan ulang terhadap pembagian gaya ini pada tahun 1958, menghasilkan pendapat bahwa kebudayaan megalitik yang masuk ke Indonesia berasal dari Mediterania. Megalitik Tua berkembang antara 2500-1500 SM.
Di masa itu masyarakat digambarkan sudah mampu menanam padi, berternak dan membuat keramik. Bangunan Megaltik Tua terdiri dari menhir, dolmen yang tidak digunakan untuk penguburan, kursi batu, teras batu, punden berundak, tangga batu dan arca megalitik sederhana.
Sedangkan, Megalitik Muda berkembang pada Masa Perunggu-Besi, sekitar milenial pertama Sebelum Masehi. Bangunan Megalitik Muda terdiri dari peti kubur batu, dolmen yang digunakan sebagai kuburan, sarkofagus dan bejana batu. (Mulia, 1981, Soejono, 1993, Prasetyo dan Yuniawati, 2004 di Sudirman, 2008).
Jika diduga situs megalitikum di kawasan Cibalay ini berasal dari tahun 2000-3000 SM. Dari penjelasan dan definisi tentang pembagian megalitikum ini, apakah bisa dikatakan bahwa situs megalitikum di kawasan ini berasal dari zaman Megalitikum Tua. Dugaan ini menguat, karena dari situs-situs yang kami kunjungi hari itu, tidak terdapat kuburan yang berarti ada tulang belulang manusia di bawahnya. Atau karena memang belum digali?
Arca Domas, berdasarkan keterangan di papan informasi situs Arca Domas, situs ini ditemukan oleh NJ Krom tahun 1914. Meskipun literatur lain, menyebutkan bahwa keberadaan situs ini sudah dilaporkan oleh De Wilde (1830), kemudian Junghuhn (1844) dan Muller (1856). Luas kawasan ini mencapai 25 hektar.
Bentuknya adalah punden berundak lima tingkat dan menempati kawasan sekitar 2,500 meter. Punden berundak merupakan struktur undak-undakan tanah bertingkat yang tebingnya diperkuat oleh batu kali umumnya berbentuk persegi panjang. Strukturnya mengingatkan pada situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur.
Situs megalitik ini berkaitan erat dengan pemujaan arwah nenek moyang. Pembangunan bangunan megalitik ini berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan mati. Ada kemungkinan punden berundak di lokasi ini berasal dari fase terakhir kerajaan Sunda Kuna yang pada masa itu walaupun sudah mengenal agama Hindu-Buddha, lebih menyukai Sang Hyang yang berasal dari kepercayaan Sunda Kuna.
Bangunan megalitik umumnya menghadap ke gunung atau tempat tertinggi, hal ini berkaitan dengan kepercayaan bahwa roh leluhur bersemayam di tempat tinggi.
Publikasi ilmiah serta liputan media mendalam dengan bahasa popular berdasarkan fakta diharapkan dapat membantu mengurangi, bahkan mematahkan informasi-informasi yang tidak berdasarkan penelitian ilmiah. Hal ini sebagaimana dilansir Kompasiana (08/02/2017), “Kalau sekedar untuk memperkaya tradisi dan budaya tidak mengapa, tetapi kita tetap membutuhkan informasi yang menguak fakta untuk diwariskan kepada generasi penerus kita nanti”.
Kesan Pengunjung
Keingin-tahuan masyarakat cukup tinggi untuk melihat dari dekat ke lokasi Arca Domas dan Curug Cipeuteuy yang terletak dikawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tepatnya di Kampung Cibalay Desa Tapos Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Namun, perlu mengeluarkan sejumlah uang untuk satu kali kunjungan.
Hal ini menjadi dipertanyakan sejumlah tokoh Budayawan, Aktifis, maupun masyarakat umum yang mengetahui adanya lembaran tiket yang memuat logo Pemerintah Kabupaten Bogor yang berwarna hitam putih.
Salah satunya adalah tiket parkir yang tertera tulisan, “KP. CIBALAY RT 03 /05 Desa Tapos I Kec. Tenjolaya Karcis Parkir Pengunjung Curug Cipete / Arca Harian RP. 10,000 No. Kendaraan: Berlaku untuk 1 x parkir ) 1.Karcis tanda bukti ini jangan sampai HILANG/ DIBUANG. Perlihatkan kepada petugas pada waktu keluar dari tempat parkir 2.Kehilangan/ kerusakan kendaraan dan barang – barang dalam kendaraan diluar tanggung jawab kami Swadaya Masyarakat”.
Sejumlah Tim Aksara Sunda yang hendak melihat dari dekat keberadaan situs, (08/12/2021) menuai pertanyaan adanya ticketing berlogo resmi tersebut apakah sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor.
Sementara, Ketua IKKPAS Imam Sukarya dalam komentarnya menyebutkan, apabila tiket itu untuk Pendapatan Asli Desa (PADes), tentunya ada Laporan Keuangan PADes. APBDes sudah kah menerapkan digitalisasi atau E-Budgeting, E-Planning, E-Controling.
“Gampang untuk mengontrolnya atuh itu ada Perdesnya kah, nomor berapa, tahun brapa. Mengenai retribusi jika dipungut oleh Kabupaten Bogor mengacu Perda Tahun 2006 Tentang Penertiban Umum dan Retribusi Daerah Tahun 2020 Tentang Cagar Budaya. Apabila, tanpa Perda, ya harus ada Perdes nomor berapa tahun berapa. Bila tidak ada Perdes, maka jatuhnya Pungli,” tegas Imam Sukanya. (sbc)