yang panjang, Bogor masih saja mengalami virus-virus degradasi kualitas
lingkungan, jurang kemiskinan yang kian melebar, kesumpekan bangunan
kota yang masif, serta kesemrawutan dan kemacetan lalu lintas yang kian
parah.
(sebelum Perang Dunia II 1939-1945), Buitenzorg merupakan kota amtenaar
yang statis, angkutan umum kala itu belum menjadi kebutuhan mendesak.
Sebagai Kotapraja, Bogor pada saat itu diproyeksikan untuk 30.000
penduduk saja.
Bisa dibayangkan, betapa nyaman serta tenteram Kota ini.
Jalan-jalan lengang, dengan pohon kenari rimbun yang meneduhinya.
Sekali-sekali terdengar ketipak kuda ditingkahi kliningan delman. Jumlah
kendaraan waktu itu, termasuk mobil, delman, serta sepeda diperkirakan
jumlahnya hanya seribu lima ratusan unit saja.
Beberapa tahun
seusai revolusi fisik (1945-1950) pertumbuhan penduduk Kota Bogor
melonjak tajam, sehingga mendapat julukan sebagai dormitory town, yakni
sebagai sleeping room with several or many beds, atau kamar tidur dengan
beberapa atau banyak tempat tidur. Waktu itu, sebagian besar warga Kota
Hujan ini hanya berada di Bogor pada malam hari saja, yakni untuk
tidur. Pada siang hari, dari matahari terbit hingga terbenam, mereka
berada dan bekerja di Betawi (Jakarta).
Tak seorang pun bisa
menghentikan jalannya waktu. Dan dari waktu ke waktu Kota Bogor terus
berkembang. Masa lampau Bogor, masa Buitenzorg yang sejuk dan nyaman
sirna sudah, tidak bisa kembali lagi. Perubahan tata ruang, pembangunan
terminal baru, ring road dari Tol Sentul selatan, jalan layang di atas
Jl Sholeh Iskandar, akan makin mengubah wajah Kota Bogor. Ini memang
dimaksudkan untuk mengatasi kemacetan yang sangat menyebalkan. Salah
satu priorotas Walikota Bogor, Diani Budiarto adalah mengatasi masalah
transportasi dan kesemerawutan kota.
Menyikapi setumpuk persoalan
yang dihadapi, menurut para pakar menyebutkan bahwa Bogor memang
membutuhkan antibodi yang didukung kreativitas dan inovasi warga dan
pemerintah kota dalam menata kota, mendorong pertumbuhan ekonomi hijau
yang ramah lingkungan, meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan
warga, mempresentasikan karya seni sosial masyarakat, serta membangun
kebudayaan yang humanis.
Harus diakui, paradigma pembangunan kota
Bogor telah berubah, dari analisis dampak lingkungan (abad ke 20) ke
analisis keberlanjutan (abad ke 21). Pembangunan kota yang
berkelanjutan jelas akan meningkatkan kualitas lingkungan kota dan
memberikan keadilan sosial bagi masyarakat. Setidaknya ada beberapa
strategi yang dikembangkan Kota Bogor selama ini menuju Kota Jasa yang
ramah lingkungan. Salah satu strategi itu adalah menyediakan kemudahan
akses ke kawasan perumahan,
perkantoran, fasilitas sosial, dan
rekreasi, yang didukung oleh sistem jaringan transportasi massal yang
terintegrasi, jaringan infrastruktur jalan, serta keterhubungan antara
stasiun kereta api dan terminal bus.
“Lalu lintas Kota Bogor
semerawut,” ungkapan ini harus diakui. Telah banyak kiat yang dilakukan
pihak Pemkot Bogor untuk mengurai kesemerawutan ini, namun faktanya
tidak merubah keaadaan. Hal ini ditandai makin bertambahnya jumlah
kendaraan. Penambahan jumlah itu terlihat jelas, baik kendaraan roda
empat maupun roda dua. Hal itu sejalan dengan bertambahnya jumlah
penduduk, maupun warga sekitar yang datang ke Bogor untuk bekerja,
bersekolah, berdagang atau sekedar rekreasi. Pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor yang tinggi, terutama roda dua hanya menambah
keruwetan pada lalu lintas Kota Bogor, tapi juga
sering
mengancam keselamatan pengguna jalan. Tingginya populasi sepeda motor
ini dipicu oleh keputusan mereka menghadapi kemacetan. Mereka merasa
kehabisan waktu jika harus menggunakan angkutan umum, sebab angkutan
umum yang ada selain harus menunggu lama sampai ke tempat tujuan, juga
tidak aman dan tidak nyaman. Sementara sepeda motor adalah alat
transportasi yang paling murah untuk mengimbangi mobilitas kerja di
Bogor.
Menurut para pemerhati transportasi menyebutkan bahwa,
jika tidak diantisipasi sejak sekarang, lima atau sepuluh tahun kedepan,
kota Bogor akan menghadapi kenyataan pahit. Lalu lintas Kota Bogor
dipastikan mengalami stagnasi (tak begerak sama sekali). Hal ini lebih
disebabkan pertambahan jumlah kendaraan yang melonjak tajam, tidak
sebanding dengan pembangunan ruas jalan.
Menurut data, rasio
ketersediaan panjang jalan di Kota Bogor terhadap luas wilayah masih
sangat minim. Sampai dengan akhir 2012, ruas panjang jalan di Kota Bogor
hanya mengalami pertambahan panjang sekitar 1,34 km atau mencapai
628.591 km dari semula sepanjang 627,251 km pada tahun 2011. Penambahan
panjang jalan di tahun 2012 memang hanya didukung pembangunan ruas jalan
R-3.
“Kalau tak secepatnya diambil tindakan, empat atau lima
tahun ke depan, lalu lintas bisa lumpuh. Sekarang saja sudah lumayan
sulit untuk bergerak,” ujar Subhan Murtadla salah seorang Dosen
Universitas Ibn Khaldun Bogor. Menurut data, pertumbuhan kendaraan
sejak 2010 sudah berlangsung pesat. Setiap tahun, rata-rata pertumbuhan
terjadi hingga sepuluh persen. Pada tahun 2010 keberadaan mobil
penumpang atau mobil pribadi milik warga Kota Bogor saja sudah mencapai
51.145 unit, sedangkan mobil barang 11.295 unit, bus 836 unit, sepeda
motor 206.845 unit dan kendaraan khusus 103 unit. Total keseluruhan
sebanyak 270.845 unit kendaraan bermotor.
Sejak
tujuh tahun silam, pertumbuhan kendaraan pribadi roda empat setidaknya
lebih sepuluh persen setiap tahunnya. Sementara kendaraan roda dua
pertumbuhannya jauh lebih besar yakni 17 persen.
Pertumbuhan jumlah
kendaraan pribadi dibarengi jumlah angkutan kota Bogor yang gemuk
sebanyak 3.412 kendaraan. Jumlah itu terbagi ke dalam 23 trayek, seperti
03 Bubulak-Barangsiang dan 02 bubulak-Sukasari. Sedangkan angkutan
angkutan kota dalam provinsi (AKDP), seperti jurusan Sukasari – Cisarua
dan mobil L-300 Bogor – Sukabumi, jumlahnya 4.644 yang dibagi menjadi
sepuluh trayek. Ditambah fenomena kendaraan pelat B diakhir pekan
mendominasi sebagai besar jalan raya di seantero Kota Bogor.
Lantas
apa solusi yang dilakukan Pemkot Bogor ? Walikota Bogor Diani
Budiarto, sejak tahun 2007 silam mulai meluncurkan terobosan dengan
konsep alih pemakaian kendaraan pribadi ke tranportasi massal berupa Bus
3/4 yang kemudian dikenal dengan nama Bus Trans Pakuan.
Pemerintah Kota Bogor, sejak 3 Juni 2007 silam, telah mengoperasikan bus ukuran 3/4 yang kemudian dikenal dengan mana Bus Trans Pakuan. Konsep pengoperasian angkutan massal ini hampir sama dengan busway. Bus berhenti di tiap shelter yang telah disiapkan.
Perbedaannya hanya terletak pada jalur, kalau Busway dioperasikan di jalur khusus yang tidak boleh dilalui oleh bus lainnya, tapi Bus Trans Pakuan tetap menggunakan jalur angkutan umum. Artinya, Karena Pemkot Bogor tidak membangun jalur khusus bagi bus Bus Trans Pakuan dengan berbagai alasan.
Banyak kalangan mengakui, terobosan ini merupakan salah satu bentuk reformasi angkutan umum di Kota Bogor. Pada tahap awal enam tahun silam, sebanyak sepuluh unit bus bantuan dari Departemen Perhubungan dioperasikan dengan payung hukum berupa Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah (PD) Jasa Transportasi Kota Bogor. Sebanyak 10 unit Bus tersebut melayani trayek Terminal Bubulak – Barananngsiang.
Bus berkapasitas 25 tempat duduk itu, fekwensi perjalanan kala itu sebanyak 17 perjalanan/jam. Sedangkan panjang lintasan 10 km dengan kecepatan rata-rata 25 km/jam, waktu perjalanan 25 menit, layover di terminal 10 menit, Round Trip Time (RTT) 70 menit, jumlah penumpang 297 penumpang/jam.
Selanjutnya pada tahun 2009, PD Jasa Transportasi Kota Bogor kembali mengoperasikan sebanyak 10 unit Bus Trans Pakuan melayani trayek Baranangsiang – Ciawi dan trayek Baranangsiang – Belanova Sentul City Bogor dengan tarif bagi semua trayek sebesar Rp 3.000,- / orang untuk sekali jalan. Kini Perusahaan milik Pemkot Bogor tersebut telah mengoperasikan sebanyak 30 unit bus angkutan umum dan 12 unit big bus pariwisata.
Pelayanan Bus Trans Pakuan selama ini ternyata mendapat respon positif dari publik. Hal tersebut, berdasarkan fakta data yang ada. Jumlah pengguna jasa bus Trans Pakuan terangkut selama periode tahun 2012 mencapai angka 1.509.440 orang. Jumlah ini naik tajam sebesar 46,44% dari jumlah pengguna jasa tahun 2011 yang hanya 1.030.718 orang. Boleh jadi, kedepan Bus Trans Pakuan, sebagai system Bus Rapid Transit (BRT) akan menjadi primadona angkutan massal di Kota Bogor.
Kota Bogor pada akhirnya harus menyingkirkan angkot dari jalan-jalan rayanya, karena kondisi jalan raya Kota Bogor tidak mampu menampung banyak-banyak kendaraan umum. Selain itu, juga untuk memenuhi amanah Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang menetapkan moda trasportasi angkutan umum haruslah moda angkutan massal
Menurut Direktur Utama PD Jasa Transportasi Kota Bogor, Ir. Jonathan Nugraha, respon positif dari publik selama ini, tentunya menjadi tantang serius bagi jajaran perusahaan, agar lebih giat lagi memberikan pelayanan terbaik kepada para pengguna jasa. “Intinya kami akan terus berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam transportasi yang terintegrasi, nyaman, aman dan terjangkau,” ujar Jonathan Nugraha.
PD Jasa Transportasi adalah sebuah lembaga yang dibentuk Pemkot Bogor dalam upaya melayani transportasi massal kepada warga masyarakat. Oleh karenanya, agar operasional Bus Trans Pakuan berkelanjutan, maka PD Jasa Transportasi harus memiliki rencana bisnis yang matang. Sehingga dapat mewujudkan visi Trans Pakuan sebagai angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman manusiawi, efisien dan berbudaya serta berkelas.
Perencanaan usaha atau business plan itu, jelas Jonathan, merupakan keharusan mutlak dalam suatu usaha, karena melalui perencanaan tersebut akan terlihat arah usaha, strategi pencapaian, maupun hambatan-hambatan yang akan ditemukan. Sebab, setiap usaha atau bisnis selalu mempuyai dua aspek seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan tidak terpisahkan, yaitu keuntungan dan kerugian.
Kewajiban seorang pengusaha atau pemimpin badan usaha adalah mengatur agar perusahaannya bisa mengoptimalkan semua peluang keuntungan dan meminimalisir setiap potensi kerugian. Jika hal itu berjalan selaras, barulah sebuah perusahaan bisa berjalan secara berkelanjutan atau sustainable, ungkap Direktur PD Jasa Transportasi Kota Bogor.
“Kami di jajaran perusahaan sekuat tenaga menciptakan sebuah system agar perusahaan daerah milik pemkot Bogor ini berkembang dan meraih keuntungan,” kata Jonatha, seraya ia mengakui bahwa selama ini perusahaan yang dipimpinnya masih belum memberi kontribusi keuntungan.
Menurut Jonathan, dengan dukungan sumber daya manusia yang memadai, PD Jasa Transportasi Kota Bogor telah melakukan diversifikasi dan intensifikasi usaha di bidang jasa trasportasi. Pengembangan bisnis tersebut antara lain Perbengkelan, Trans Pakuan Parking, unit usaha Bus Pariwisata dan Trans Pakuakn Travel.
Trans Pakuan Kebanjiran Tamu
Selama ini transportasi dipahami sebatas mengangkut massa. Padahal, dalam transportasi, ada unsur-unsur lain yang harus dipenuhi, seperti keamanan, kenyamanan, keselamatan, juga harga terjangkau dan ramah lingkungan. Angkutan massal Bus Trans Pakuan memberikan harapan baru bagi para pengguna jasa angkutan umum.
Konsep pelayanan dan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, PD Jasa Transportasi belakangan kebanjiran tamu sekaligus menjadi obyek studi banding.
Menurut Direktur PD Jasa Transportasi, Ir Jonathan, sedikitnya tercatat ada 46 kali kunjungan yang ia terima selama ini. Mereka melakukan studi terkain pengolahan minyak jelantah dan studi mengenai manajemen perusahaan.
Selain tamu dari kota-kota di Indonesia, tamu juga datang dari Jepang yakni dari Universitas Osaka dipimpin Dr. Oji Okuhara dan dari Universitan Nigata dipimpin Prof. Dr. Haru Hiro Pujita. Dan kunjungan studi banding terakhir datang dari anggota DPRD Kota Tangerang Selatan.
Penulis : M.Samhudi Tanara