BERITA BOGOR – Pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) sifatnya terbatas, melainkan bergantung pada kasus yang ada di sekolah. Kantin sekolah pun dilarang buka.
Selain pembelajaran tidak diperkenankan, seperti ekstrakurikuler dan olahraga.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam konferensi pers secara virtual pada Selasa, (30/3/2021).
Pemerintah mewajibkan sekolah memberikan opsi layanan sekolah tatap muka terbatas. Khususnya, bagi sekolah yang guru dan tenaga kependidikannya telah selesai divaksinasi.
Pembelajaran tatap muka dapat dihentikan jika ditemukan kasus positif Covid-19 di sekolah. Penutupan bisa dilakukan hingga sekolah tersebut dinyatakan nol kasus.
“Setelah pendidik dan tenaga kependidikan dalam satu sekolah sudah divaksinasi secara lengkap, pemerintah pusat, pemerintah daerah, kantor Kementerian Agama, mewajibkan satuan pendidikan tersebut untuk menyediakan layanan sekolah tatap muka terbatas,” jelas Nadiem
Dirinya menyebut ada sejumlah larangan selama penerapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Salah satu yang belum dibolehkan yakni kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler. Sekolah tatap muka kali ini sifatnya terbatas. Bukan menjalankan PTM seperti sedia kala saat belum ada pandemi Covid-19.
“PTM terbatas ini sangat bergantung pada kasus di sekolah. Bukannya kita mewajibkan tatap muka, tapi kalau ada infeksi Covid-19 di dalam sekolah itu tidak ada penutupan. Tidak, itu salah. Kalau ada infeksi harus segera ditutup sementara untuk sekolahnya,” tutur Nadiem.
Dia jelaskan pula bahwa tatap muka terbatas itu jauh lebih sedikit muridnya di satu tempat, dengan pembatasan jarak yang ketat. Semua harus memakai masker dan tidak boleh ada aktivitas yang menciptakan kerumunan. “Tidak ada olahraga dan ekstrakurikuler, kegiatan lain selain pembelajaran tidak diperkenankan. Kantin juga tidak diperbolehkan untuk dibuka,” kata Nadiem.
Dia mengatakan larangan ini hanya berlaku sementara tergantung evaluasi lanjutan dari sekolah tatap muka terbatas. Hal ini untuk masa transisi dua bulan pertama itu pada saat memulai tatap muka. Tetapi, jika ada kegiatan lain, di luar lingkungan sekolah pihaknya memperbolehkan. Misalnya kegiatan guru kunjung ke rumah murid dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
“Tapi kegiatan pembelajaran di luar lingkungan, contoh guru kunjung itu seperti biasa diperbolehkan. Tentunya dengan tetap menjaga kesehatan,” kata Nadiem.
Keputusan ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19. SKB diteken Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Kesehatan Budi Gunadi, Dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Pelamggaran
Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, menemukan pelanggaran dalam uji coba Pembelajaran Tatap Muka atau PTM di Kabupaten Bogor. Pelanggaran itu tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama 4 Menteri.
Dalam sidak sekolah tatap muka di Kabupaten Bogor, Ombudsman menemukan beberapa sekolah kesulitan menegakkan Juknis.
Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, menyebut pelanggaran lain ialah tidak ada pemeriksaan tes swab dan cek kesehatan kepada guru. “Padahal banyak sekolah yang dilibatkan dalam percontohan PTM,” kata Teguh.
Menyikapi itu, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Atis Triadana menyebut terus mengoptimalkan uji coba PTM. “Yang ditemukan Ombudsman, bisa saja ada. Tapi kan tidak mungkin semua, kita optimalkan lagi,” kata Atis dilansir Tempo, Rabu 31 Maret 2021.
Pada 24 Maret lalu, Disdik Kabupaten Bogor sudah menggelar rapat bersama dengan Koordinator Layanan Pendidikan dan Kantor Perwakilan Kementerian Agama untuk memperbaiki pelanggaran juknis pada penerapan pembelajaran tatap muka.
Salah satu temuan Ombudsman adalah tidak tersedianya tes rapid antigen dan ada siswa sekolah yang menggunakan kendaraan umum. Atis menyebut hal itu menyangkut anggaran pendidikan yang terbatas dan keuangan orang tua siswa. “Dalam Verifikasi dan Validasi juga, rapid antigen tidak kita wajibkan. Mungkin karena terbatas anggaran,” kata Atis. (red)