BERITA BOGOR – Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Bogor masih di soal akademisi dan kalangan pecinta tembakau.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti Ali Rido menilai revisi Peraturan Daerah Kota Bogor tahun 2018 yang mengatur tentang kawasan tanpa rokok, cacat secara formil lantaran tidak ada ada naskah akademik. Keterangan akademis sangat di butuhkan dalam sebuah perancangan undang-undang karena sudah diatur dalam pasal 56 UU nomor 16 tahun 2011.
“Dalam pasal itu, diterangkan dalam hal revisi peraturan daerah harus menyertakan keterangan akademik, kalau diabaikan maka peraturan tersebut secara formil tidak terpenuhi,” Jelasnya, Jumat (11/10/2019).
Sementara, Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai Pemerintah Kota Bogor terlalu naif dengan mengklaim tidak pernah mengambil jatah dari pendapatan hasil tembakau.
Ketua KNPK Muhammad Nurazami mengatakan, justru tahun ini pemerintah memperoleh empat miliar dari retribusi hasil tembakau bahkan naik tiga persen dari tahun 2018. “Maka jangan naif, industri hasil tembakau ini tidak memberikan kontribusi terhadap Kota Bogor atau Kota lainnya. Karena sebenarnya potensi dan manfaatnya besar,” kata Nurazami, Jumat (11/10).
Menurutnya, Pemkot Bogor tidak boleh membohongi publik dengan keras mengatakan daerahnya bebas dari pendapatan industri hasil tembakau. Faktanya, satu batang rokok saja berkontribusi terhadap pendapatan suatu wilayah karena di dalamnya ada tiga komponen, yaitu cukai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan pajak pendapatan negara (PPN). */red