Kemacetan arus lalu lintas di kawasan stasiun KRL Bojonggede semakin parah, terutama disaat ribuan penumpang KRL masuk dan keluar dari area stasiun.
Masyarakat sekitar dan pengguna jalan semakin geram lantaran kondisi ini terkesan ada pembiaran yang berlarut – larut. Akibatnya, masyarakat yang sangat dirugikan atas dampak kemacetan yang mengular sekitar satu kilometer.
Seorang penumpang KRL Dewika (44), warga Bojonggede yang setiap hari bekerja di kawasan Depok ini mengeluh sering berangkat kerja dan pulang kerumah terlambat lantaran di Jalan Raya Bojonggede macet panjang. “Setiap hari saya terlambat setengah jam, gara – gara banyak angkot dan ojek yang ngetem jadinya macet disini,” keluhnya, Senin (25/11/2013) pagi
Hal senada dikeluhkan Heru (37), warga Bojonggede ini mengaku geram lantaran kerap kali dirinya terjebak macet saat hendak berangkat dan pulang kerja. “Bagaimana ga macet, dari pintu keluar stasiun kereta ke terminal Bojonggede jaraknya jauh. Ribuan penumpang yang mau naik angkot numpuk di depan pintu keluar. Seharusnya PT.KAI membangun jembatan penyeberangan,” desaknya.
Agus Budiarto, Ketua Rw 12 Desa Bojong Baru, Kecamatan Bojonggede juga tak tinggal diam menyuarakan aspirasi warganya yang setiap hari melintas di Jalan Raya Bojonggede. “Benar, banyak warga saya yang mengeluh kepada saya dan meminta saya untuk menyuarakan aspirasi mereka,” kata tokoh warga ini.
Dirinya meminta kepada pihak PT. KAI bekerjasama dengan Pemkab Bogor untuk membangun jembatan penyeberangan yang menghubungkan stasiun KRL Bojonggede ke Terminal Angkot Bojonggede. “Sehingga, ribuan penumpang yang keluar masuk ke stasiun tidak tumpah ke jalan yang sempit itu. Sementara petugas DLLAJ harus ditambah untuk mengurai kemacetan di depan sekolah dan pasar tradisonal, akibat banyaknya angkot dan ojek ngetem, serta PKL yang menjamur,” harapnya.
Saat dihubungi, Kepala Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ)
Kabupaten Bogor, Soebiantoro menjelaskan petugasnya bekerja secara
shift di lokasi itu. “Kita juga fokus mengurai kemacetan, namun jumlah personil saat ini masih terbatas. Saya juga sudah komunikasikan hal ini ke pak Ignatius dari PT.KAI di Bandung tapi sampai saat ini belum ada respon,” jelasnya.
Menurut Soebiantoro, pihaknya juga telah mengusulkan kepada pimpinan Pemkab Bogor dan DPRD Kabupaten Bogor untuk merealisasikan rekruitment 100 tenaga outsourcing sebagai tenaga Bantuan Pengatur Lalulintas (BPLL) yang akan ditugaskan. Usulan ini merupakan
hasil kajian yang telah dilakukan DLLAJ untuk mengatasi kepadatan lalu lintas.
“Kemacetan di Leuwiliang dan Bojonggede memang memprihatinkan, sehingga kami mencoba membuat program BPLL untuk mengurainya dengan mengusulkan perekrutan tenaga baru sebanyak 100 petugas. Apabila dalam satu bulan ternyata 100 petugas itu tidak efektif maka kontraknya diputus, tapi bila berhasil maka akan diperpanjang kontrak mereka,” katanya.
Para petugas BPLL ini, lanjut dia, nantinya akan berstatus outsourcing atau pegawai kontrak dengan gaji sebesar Rp1,8 Juta per-orang. Dalam menjalankan tugasnya nanti, petugas BPLL akan bekerja dengan durasi 16 jam yang dibagi dalam dua shift. Disamping akan dibangun halte dan rambu – rambu lalu lintas berupa rambu permanen dan rambu hidup.
Perhatian
khusus dari DLLAJ Kabupaten Bogor bukan isapan jempol belaka, sebab untuk merealisasikannya sudah diusulkan sebesar
Rp2,1 Miliar pada tahun anggaran 2014 yang sudah dibahas oleh Badan Anggaran, DPRD Kabupaten Bogor dan Pimpinan Pemkab Bogor. “Pak HM. Hanafi selaku Ketua DPRD Kabupaten Bogor juga mendukung usulan ini. Kita tunggu saja hasilnya keputusan resminya,” imbuhnya. (als)
foto: Suasana disekitar stasiun Bojonggede (malam)
Editor: Alsabili