Pengusaha hotel, restoran dan obyek wisata di kawasan Puncak dituding
masih rendah membayar retribusi sampah. Nilai retribusi yang dibayar
bukan berdasarkan volume sampah dalam setiap bulannya, tetapi
menggunakan tarif tengah.
Pengusaha mengaku membantu pemkab
membayar retribusi sampah dengan tarif tengah. “Kita mengambil tarif
tengah sebab pengunjung paling banyak akhir pekan atau liburan.
Sedangkan hari biasa bisa dihitung jari sehingga volume sampah
sedikit,” kata Amansyah, pengelola rumah makan Saung Sunda Pinus di
Desa Cilimber, Kecamatan Cisarua, Senin (30/12/2013).
Agar sama-sama
diuntungkan, kata Amansyah, lalu disepakati retribusi sampah dipatok
menggunakan tarif tengah. Dia dan pengusaha lainnya balik menuding
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Bogor cemburu karena
setiap liburan akhir tahun tempat usaha mereka dibanjiri pengunjung.
Berdasarkan Perda No.20 Tahun 2008
tentang Retribusi Pelayanan Sampah dan Kebersihan antara lain
menyebutkan; tarif sampah tergantung volume dan jenis usaha. Semakin
besar volume sampah makin tinggi tarifnya. Contoh, kurang dari 0,51
meter kubik dikenakan tarif Rp20.000 per bulan. Antara 0,51 meter kubik
0,75 meter kubik, dikenakan Rp 30.000 sebulan, lebih dari 0,75 meter
kubik dipatok Rp50.000 sebulan.
Sebelumnya, Sekrertaris DKP Kabupaten
Bogor Budianto mengatakan, dengan diterapkanya tarif tengah itu,
pihaknya dirugikan dan kesulitan mengukur volume sampah. “Terlebih pada
liburan Natal dan Tahun Baru, sampah di kawasan ini bisa naik sampai 50
persen dibandingkan hari biasanya,” katanya.
Menurutnya, retribusi
sampah di kawasan wisata Puncak selama ini hanya Rp60 juta per bulan.
“Padahal hitung-hitungan kami Rp170 juta sebulan dari 140 hotel,
restoran dan tempat wisata di kawasan ini, yang bayar retribusi sampah,”
katanya. (cj)
Editor: Sunyoto